Senin, 25 Februari 2008

DBD Jombang Bencana Sosial









21 Pasien Meninggal, Pemprov Jatim turun Tangan

Selasa, 26/02/2008

JOMBANG (SINDO) – Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kab Jombang semakin tak terkendali. Status bencana sosial DBD ditetapkan di kota santri ini kemarin.

Penetapan status bencana sosial DBD ini bukan tanpa alasan. Terus meningkatnya jumlah korban DBD yang meninggal dunia membuat Pemkab Jombang menaikkan status DBD yang sebelumnya mencapai kejadian luar biasa (KLB) itu. Hingga akhir bulan Februari ini, angka kematian DBD tercatat 21 orang.

Penetapan status baru ini dikatakan wakil Bupati Jombang Ali Fikri kemarin. Menurutnya, pihaknya terpaksa menaikkan status bencana sosial ini karena jumlah korban meninggal dalam kasus ini sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. Ia menyebut, prosentase kematian pasien DBD ini hampir mengnjak angka 10 persen. ’’Dari sekitar 250 pasien DBD, 21 diantaranya meninggal dunia. Ini berarti prosesntase kematiannya hampir menginjak 10 persen,’’ terang Fikri.

Penetapan status bencana sosial lanjut Fikri, juga mengacu pada peraturan Menteri Kesehatan yang menyebut penetapan status masing-masing kondisi bencana, termasuk bencana sosial. ’’Kalau untuk penetapan KLB, angka kematian mencapai 1 persen dibanding jumlah kasus. Sedangkan lebih dari itu, statusnya berubah menjadi bencana sosial,’’ terangnya.

Dalam status bencana sosial ini lanjut Fikri, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah terkait penganganan DBD di Jombang. Salah satunya, pihaknya akan meberikan pelayanan gratis terhadap pasien DBD. Namun, biaya perawatan gratis tersebut hanya diberlakukan kepada pasien yang masuk dalam kategori masyarakat miskin (maskin). Sementara untuk pasien lainnya, masih tetap diberlakukan sesuai dengan tarif rumah sakit setempat. ’’Biaya apapun atas perawatan DBD untuk maskin akan digratiskan. Termasuk untuk pembelian darah di UTD PMI setempat. Jika pasien miskin sudah membeli darah di UTD, bisa diklaim ke pemkab,’’ tukas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Sementara untuk anggaran bencana sosial ini lanjutnya lagi, pemkab telah menyediakan anggaran sebesar Rp 3 miliar. Dari angka itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat bisa memakai untuk kegiatan penanggulangan DBD di setiap wilayah yang diidentifikasi sebagai wilayah endemis. ’’Di wilayah lain juga bisa diberlakukan upaya penanggulangan DBD ini. Kami tak membatasi anggaran untuk kasus ini, asalkan semua peruntukannya jelas,’’ tandasnya.

Sayangnya, hingga status KLB berubah menjadi bencana sosial, Dinkes belum juga mengajukan anggaran untuk penanggulangan DBD. Pemkab, kata Fikri, masih menunggu telaah staf dari Dinkes untuk mengajukan anggaran tersebut. ’’Belum, sejauh ini Dinkes belum memberikan telaah staf,’’ ujar Fikri memastikan.

Pernyataan terakhir Ali Fikri ini bertentangan dengan pernyataan Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Kab Jombang, Endang Setyawati. Dia mengaku, pihaknya telah menyampaikan telaah staf dan jumlah bantuan yang diminta Dinkes kepada pemkab. Namun sayangnya, ia tak menyebut berapa anggaran yang diajukan untuk penanganan DBD ini. ’’Sudah, kami sudah mengajukan telaah staf dan jumlah anggaran yang kami butuhkan. Tapi jumlahnya saya lupa, kisaran ratusan juta,’’ kata Endang saat dihubungi.

Dia menyebut, jumlah penderita DBD di Jombang hingga kemarin mencapai sekitar 322 kasus. Dari angka itu, 21 lainnya dinyatakan tak tertolong. ’’Untuk data rekap sementara, data itu yang kami punya, selebihnya belum kami hitung,’’ terang Endang.

Pemprov Jatim Turun Tangan

Wabah DBD yang menjangkit Jombang ternyata menjadi perhatian tersendiri dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Kemarin, satu tim dari Biro Kesra Pemprov Jatim meninjau langsung kondisi pasien DBD di rumah sakit daerah (RSD) Jombang. Dalam kunjungan itu, ketua tim, Sunaryono, meminta kepada Dinkes Jombang untuk bergerak cepat menangani DBD yang telah menelan 21 korban jiwa itu. ’’Langkah-langkah untuk penanggulanan dengan cepat harus dilakukan,’’ kata Sunaryono, yang juga menjabat sebagai Kabag Kesehatan Biro Kesehatan Rakyat (Kesra) Pemprov Jatim ini.

Langkah cepat itu lanjut Sunaryono, Dinkes harus segera lebih mengintensifkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di daerah endemis, dan daerah yang berdekatan dengan wilayah itu. ’’Karena penanggulangan DBD yang palin efektif adalah dengan PSN itu,’’ katanya saat meninjau ruang ICU Central RSD Jombang.

Tak hanya Pemprov Jatim saja yang turun tangan, Menteri Kesehatan (Menkes) RI juga turut memberikan atensi atas tingginya angka DBD di Jombang. Surat dari salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jombang kepada Menkes juga telah mendapatkan jawaban. Aan Anshori, Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) mengaku, pihaknya telah mendapati balasan surat dari Menkes yang ia kirim beberapa minggu lalu. Dalam surat itu, Menkes menegaskan jika pihaknya telah memerintahkan Pemprov Jatim untuk memantau kondisi di Jombang. ’’Saya juga telah menerima balasan surat dari Menkes. Sebelumnya kami meminta Menkes untuk mengambil alih penanganan DBD Jombang ini,’’ aku Aan.

Permintaan itu lanjut Aan, lantaran ia melihat kinerja Dinkes Jombang yang lamban dalam merespon kondisi DBD di masing-masing daerah. Ini terbukti dengan tak segeranya Dinkes mengajukan anggaran dari bantuan bencana sosial yang disediakan pemkab. Selain itu, ia melihat jika langkah yang dilakukan Dinkes sama sekali tak mencerminkan kondisi darurat. ’’Contohnya saja fogging gratis. Berapa wilayah yang baru digelar fogging itu, sementara daerah endemis sudah tak terhitung lagi,’’ paparnya. (tritus julan)

1 komentar:

Gisele mengatakan...

Hai, saya suka negaramu, tetapi aku tidak mengerti cukup blogmu... :)