Kamis, 03 Januari 2008

Terbiasa Dengan Makan Tiwul Saat Tak Ada Beras


FOTO : SINDO/TRITUS JULAN
NYARIS LUMPUH : Kondisi Rodiyah kini mulai bisa menggerakkan kakinya. Sebelumnya, balita usia 3 tahu itu hanya bisa berbaring.

DERITA KELUARGA PENGIDAP GIZI BURUK
Terbiasa Dengan Makan Tiwul Saat Tak Ada Beras

Kisah pilu mengiringi perjalanan hidup Siti Rodiyah, salah satu balita pengidap kekurangan gizi di Kec Ngronggot Kab Ngajuk. Keceriaan masa balitanya pun lenyap.
Suara tangis Rodiyah terdengar lirih dipangkuan ibunya. Sesekali, gadis kecil berusia 3 tahun itu merengek ke ibunya meminta minum. Tak jarang pula ia bergeser dari tempat duduknya karena merasa tak nyaman dengan kondisi dua kakinya yang hamoir tak bisa digerakkan itu.
Kondisi kekurangan gizi yang dialami Rodiyah ini telah berjalan sekitar dua tahun ini. Masa dimana ia bisa berlarian dan tertawa begitu saja hilang setelah dirinya mengalami kekurangan gizi itu. Apalagi, kedua kakinya tak mampu berdiri tegak layaknya balita seusia lainnya. Penderitaan Rodiyah bertambah saat dirinya tak mampu untuk berbicara seperti teman sebayanya itu.
’’Dia hanya bisa bicara emak, itu saja. Dan itupun dengan suara yang lirih,’’ ungkap Siti Aminah, ibunda Rodiyah sembari memangku putri kelimanya itu.
Dikatakan dia, kondisi parah yang dialami Rodiyah saat ini sebenarnya jauh lebih baik dari sebelumnya. Sebulan yang lalu, jangankan berdiri, untuk bangun dari tempat tidurnya saja sulit bagi dia. ’’Sebulan ini Rodiyah baru bisa berjalan dengan ‘ngesot’. Sebelumnya, dia hanya bisa menoleh ke kiri dan kanan saja. Tanpa bisa bangun dari tidurnya,’’ tutur Siti Aminah.
Kondisi kekurangan gizi yang dialami balita dengan berat 5 kg itu bukan serta merta datang begitu saja. Penyakit yang rata-rata menghinggapi keluarga miskin itu muncul karena kondisi ekonomi keluarganya yang jauh dari kata sejahtera. Penghasilan suaminya sebagai buruh tani, tak mampu untuk mencukupi kebutuhan gizi kelima anaknya tersebut. Apalagi suaminya, Sugito, tak setiap hari mendapatkan pekerjaan itu. ’’Kalau dapat kerjaaan, penghasilannya hanya Rp13 ribu per hari. Sementara uang sebesar itu harus bisa mencukupi kebutuhan tujuh orang,’’ kata Aminah.
Atas kondisi ini, ia mengaku kerap kali mengabaikan gizi yang harus diberikan kepada Rodiyah dan keempat anak lainnya itu. Bahkan menurutnya, tak sekalipun ia mampu membeli sekaleng susu untuk anak tercintanya itu. ’’Jangankan susu, untuk beli beras saja tak setiap hari kami mampu. Tak jarang kami makan tiwul (makanan dari singkong) sebagai pengganti nasi. Itupun kami sudah sangat bersyukur,’’ ungkapnya sembari sesekali melatih Rodiyah untuk bisa berdiri.
Kondisi lemahnya ekonomi keluarga Siti Aminah itu juga ditunjukkan dengan tak sehatnya lingkungan rumahnya. Ia hanya memiliki dua kamar tidur berukuran mini. Selain itu, lantai rumahnya pun beralaskan tanah. Sementara tembok rumahnya juga terlihat ‘telanjang’. ’’Kami sama sekali tak mengindahkan bagaimana bentuk rumah kami. Yang penting kami bisa makan sekeluarga. Kondisi Rodiyah ini merupakan bentuk ketidak mampuan kami sebenarnya,’’ katanya dengan nada memelas.
Ia pun berharap jika perbaikan gizi yang harus dilakukan kepada Rodiyah itu, bisa dibantu pemerintah setempat. Ia mengaku saat bantuan susu dan roti yang tersendat sebulan ini, bisa kembali dijalankan. ’’Kalau bantuannya telat, lantas siapa yang akan memenuhi kebutuhan gizi Roduyah. Jujur kami tak mampu, dan kaim hany bisa berharap,’’ kata Aminah dalam pengharapannya. (tritus julan)



0 komentar: