Jumat, 23 April 2010

Polemik Sehat ala Pemilukada Mojokerto


Hanya gara-gara kalimat tidak sehat (gangguang multi organ), suhu politik di Kabupaten Mojokerto langsung mendidih. Kalimat yang ditujukan kepada salah satu bakal calon bupati itu seakan menjadi penyulut kemarahan. Banyak pihak lantas ikut arus dalam polemik ”tidak sehat” ini.

Lagi, kalimat tidak sehat itu membuat lima anggota KPU mulai tak sehat. Karena disandera sekelompok yang menyatakan sebagai pendukung bacabup tadi, anggota KPU itu langsung mengalami gangguan kesehatan karena tak bisa makan, minum, atau sekedar (maaf) pipis. Kalimat tidak sehat itu benar-benar membuat banyak orang tak sehat.

Para pendukung dengan berbagai cara meyakinkan jika calon mereka dalam Pemilukada dalam kondisi sehat. Mulai dari fisiknya yang setiap tahun memimpin haji, sosialisasi tiada henti, dan ngaji di sana-sini. ”Jika tak sehat, tak mungkin bisa melakukan rutinitas itu,” kata tim suksesnya meyakinkan.

Jadi berpikir. Lantas, siapa yang tak sehat. Yang membuat kalimat tak sehat,
penafsir kalimat tak sehat, atau obyek yang dinyatakan tak sehat. Yang jelas, dari kalimat tak sehat itu, banyak yang menyatakan dirinya sehat. Termasuk akal sehat menelaah kalimat tak sehat yang berubah menjadi pedang bernata dua itu. Huf, benar-benar pikiran menjadi tak sehat gara-gara kalimat tak sehat.

Kalimat sehat menjadi hal yang tidak sederhana dalam Pemilukada. Gara-gara kalimat ini saja, impian bakal calon pemimpin itu harus dikubur dalam-dalam. Impian merubah Kabupaten Mojokerto menjadi lebih baik (janji kampenye) tiba-tiba menjadi hilang dan berubah menjadi impian merebut palu hakim. Meja hijaupun digelar untuk menjamu tamu perdebatan sehat dan tak sehat.

Ah, andai saja kalimat tak sehat itu tak ada dalam butir syarat calon, tentu saja tak akan ada demo besar-besaran yang jujur saja, juga telah merampas hak para pelaku ekonomi di sepanjang jalan depan kantor KPU. Andai semua pihak menyadari dengan akal sehat kalimat tak sehat yang ditulis para dokter ahli itu, tentu saja tak akan ada kelompok yang kecewa.

Kita lihat saja, kemana bola tidak sehat itu akan menggelinding. Ke meja hijau, ”pabrik cokelat”, atau hanya sekedar menjadi herder yang selalu bertugas menakut-nakuti. Hanya satu impian, jangan sampai kalimat tak sehat itu membawa obyek demokrasi menjadi lebih tidak sehat. (*)

0 komentar: