FOTO : SINDO/TRITUS JULAN
TERBUKA : Kegiatan belajar mengajar di MTsN Mojoagung sering terhenti gara-gara kelas tenda mereka yang tak mampu menahan hujan.
Ratusan Siswa Belajar di Tenda
Ratusan Siswa Belajar di Tenda
JOMBANG (SINDO) – Wajah pendidikan di Kab Jombang masih saja buruk. Sejumlah siswa Madarasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Mojoagung, masih kekurangan kelas. Akibatnya, mereka harus rela beajar di tenda darurat yang dibangun seadanya.
Kondisi suasana belajar mengajar di dalam tenda ini dirasakan siswa kelas 7 dan 9 MTsN Mojoagung sejak tahun ajaran baru lalu. Karena jumlah ruangan kelas yang dimiliki hanya berjumlah 4 kelas, dari kebutuhan yakni 9 kelas, sebagian siswa terpaksa menghuni kelas tenda yang hanya berukuran 4 X 6 meter itu.
Tak pelak, kondisi ini membuat siswa yang belajar menjadi tak nyaman. Apalagi, tenda yang dibuat tak cukup melindungi siswa dari terpaan angin dan hujan. Kendati demikian, siswa engaku akan tetap bertahan dengan kondisi sarana belajar yang sangat ini itu.
Kepala Sekolah MTsN Mojoagung, Muhammad Sukron mengatakan, dibangunnya tenda sebagai tepat belajar mengajar itu sejak bulan Juni lalu. Saat itu menurutnya, pihak sekolah kebingungan dengan banyaknya siswa baru yang membutuhkan 3 kelas tambahan. Karena tak ingin siswanya kecewa, ia lantas membangun tenda belajar dari uang sumbangan siswa.
’’Mau bagaimana lagi, untuk menolak siswa yang mendaftar juga tak mungkin. Sementara untuk membangun gedung dari tembok juga tak ada biaya. Salah satunya jalan, kamu membangun tenda dua lokal ini,’’ kata Sukron.
Dikatakan dia, sejauh ini pihaknya telah menyampaikan keluhan kekerungan kelas ini ke Departemen Agama setempat. Namun, upaya untuk mendapatkan bantuan pembangunan kelas itu sampai hari ini belum juga terealisasi. Padahla menurutnya, Depag telah berkali-kali menyanggupi permintaan seklolah yang diapit lahan persawahan itu. ’’Buktinya sampai hari ini siswa kami tetap belajar didalam tenda. Memang bantuan dari Depag belum turun ke kami, ujarnya.
Dengan kondisi belajar mengajar yang demikian, Sukron mengaku tak bisa maksimal memberikan pelajaran kepada siswanya. Hal ini karena seringkali proses belajar mengajar terganggu gara-gara cuaca yang tak bersahabat dengan tenda yang berdiri di halaman sekolah itu. ’’Kalau cuaca panas, didalam tenda rasanya seperti di oven. Dankalau hujan, terpaksa proses belajar mengajar dihentikan. Karena jika dipaksakan untuk terus, siswa juga tak nyaman. Apalagi jika hujan deras, air hujan kerap masuk ke tenda dan membasahi buku-buku siswa,’’ keluhnya.
Sekolah sendiri menurut Sukron, telah berupaya untuk membangun gedung baru. Namun hingga kini proses pembangunannya tersendat lantaran minimnya biaya yang dimiliki sekolah itu. Sehingga, belum separuh kelas dibangun, sudah terhenti. ’’Kami sempat meminjam uang untuk membangun satu kelas baru itu, selain bantuan dari orang tua siswa. Namun, pembangunannya berhenti karena sudah tak ada dana lagi untuk melanjutkan,’’ paparnya sembari menunjukkan satu bangunan kelas baru yang masih belum beratap dan berlantai itu.
Untuk sementara ini, Sukron memberlakukan dua jam sekolah belajar siswanya yang berjumlah 364 itu, yakni pagi dan sore. Dikatakan dia, jika siswa dipaksa masuk pagi secara keseluruhan, maka kelas yang tersedia tak akan cukup, meski ada kelas tenda yang bisa dimanfaatkan. ’’Untuk kelas 8 terpaksa masuk sore. Dan resikonya sering hujan, sehingga kegiatan belajar mengajar sering terhenti,’’ terang pria yang sudah 3 tahun menjabat sebagai Kasek MTsn Mojoagung ini.
Atas kondisi ini, ia berharap agara pemerintah daerah setempat untuk segera memberikan bantuan gedung untuk sekolahnya itu. Ia khawatir jika kondisi ini berjalan lama, siswa akan tak betah. Seain itu, proses belajar mengajar menjadi tak maksimal. ’’Untungnya siswa kami mengerti betul dengan kondisi ini. Tapi kalau terus-terusan belajar di tenda seperti ini, tahun depan sekolah ini tak akan bisa mendapat siswa baru,’’ pungkasnya.
Ismail Wahyudi, salah satu siswa kelas 7 mengatakan, ia dan ratusan teman-temannya sering mengeluhkan seringnya proses belajar mengajar yang terhenti akibat cuaca yang tak bersahabat. Menurutnya, kondisi ini membuat siswa ketinggalan pelajaran. ’’Kalau musim pana, di tenda rasanya gerah sekali. Tapi kalau hujan, kami basah semua, termasuk buku-buku kami,’’ kata Ismail.
Namun menurutnya, ia dan teman-temannya mengaku akan tetap bertahan dengan kondisi ini. Kendati demikian, ia tetap berharap agar pemkab setempat bisa segera membangun ruang kelas bagi mereka. ’’Jangan sampai ini berkelanjutan sampai tahun ajaran depan,’’ harapnya.
Sementara itu Kepala Depag Kab Jombang, Warsito Hadi mengatakan, memang dalam tahun anggaran lalu hingga tahun ini, tak ada dana untuk rehab sarana dan prasarana. Menurutnya, anggaran ini akan ia ajukan untuk tahun 2008 depan. ’’Tahun 2008, kita akan prioritaskan anggaran untuk pembangunan gedung di MTsN Mojoagung. Tahun sebelumnya memang belum ada, jadi kami tak bisa memenuhi permintaan sekolah itu,’’ kilahnya. (tritus julan)
Kondisi suasana belajar mengajar di dalam tenda ini dirasakan siswa kelas 7 dan 9 MTsN Mojoagung sejak tahun ajaran baru lalu. Karena jumlah ruangan kelas yang dimiliki hanya berjumlah 4 kelas, dari kebutuhan yakni 9 kelas, sebagian siswa terpaksa menghuni kelas tenda yang hanya berukuran 4 X 6 meter itu.
Tak pelak, kondisi ini membuat siswa yang belajar menjadi tak nyaman. Apalagi, tenda yang dibuat tak cukup melindungi siswa dari terpaan angin dan hujan. Kendati demikian, siswa engaku akan tetap bertahan dengan kondisi sarana belajar yang sangat ini itu.
Kepala Sekolah MTsN Mojoagung, Muhammad Sukron mengatakan, dibangunnya tenda sebagai tepat belajar mengajar itu sejak bulan Juni lalu. Saat itu menurutnya, pihak sekolah kebingungan dengan banyaknya siswa baru yang membutuhkan 3 kelas tambahan. Karena tak ingin siswanya kecewa, ia lantas membangun tenda belajar dari uang sumbangan siswa.
’’Mau bagaimana lagi, untuk menolak siswa yang mendaftar juga tak mungkin. Sementara untuk membangun gedung dari tembok juga tak ada biaya. Salah satunya jalan, kamu membangun tenda dua lokal ini,’’ kata Sukron.
Dikatakan dia, sejauh ini pihaknya telah menyampaikan keluhan kekerungan kelas ini ke Departemen Agama setempat. Namun, upaya untuk mendapatkan bantuan pembangunan kelas itu sampai hari ini belum juga terealisasi. Padahla menurutnya, Depag telah berkali-kali menyanggupi permintaan seklolah yang diapit lahan persawahan itu. ’’Buktinya sampai hari ini siswa kami tetap belajar didalam tenda. Memang bantuan dari Depag belum turun ke kami, ujarnya.
Dengan kondisi belajar mengajar yang demikian, Sukron mengaku tak bisa maksimal memberikan pelajaran kepada siswanya. Hal ini karena seringkali proses belajar mengajar terganggu gara-gara cuaca yang tak bersahabat dengan tenda yang berdiri di halaman sekolah itu. ’’Kalau cuaca panas, didalam tenda rasanya seperti di oven. Dankalau hujan, terpaksa proses belajar mengajar dihentikan. Karena jika dipaksakan untuk terus, siswa juga tak nyaman. Apalagi jika hujan deras, air hujan kerap masuk ke tenda dan membasahi buku-buku siswa,’’ keluhnya.
Sekolah sendiri menurut Sukron, telah berupaya untuk membangun gedung baru. Namun hingga kini proses pembangunannya tersendat lantaran minimnya biaya yang dimiliki sekolah itu. Sehingga, belum separuh kelas dibangun, sudah terhenti. ’’Kami sempat meminjam uang untuk membangun satu kelas baru itu, selain bantuan dari orang tua siswa. Namun, pembangunannya berhenti karena sudah tak ada dana lagi untuk melanjutkan,’’ paparnya sembari menunjukkan satu bangunan kelas baru yang masih belum beratap dan berlantai itu.
Untuk sementara ini, Sukron memberlakukan dua jam sekolah belajar siswanya yang berjumlah 364 itu, yakni pagi dan sore. Dikatakan dia, jika siswa dipaksa masuk pagi secara keseluruhan, maka kelas yang tersedia tak akan cukup, meski ada kelas tenda yang bisa dimanfaatkan. ’’Untuk kelas 8 terpaksa masuk sore. Dan resikonya sering hujan, sehingga kegiatan belajar mengajar sering terhenti,’’ terang pria yang sudah 3 tahun menjabat sebagai Kasek MTsn Mojoagung ini.
Atas kondisi ini, ia berharap agara pemerintah daerah setempat untuk segera memberikan bantuan gedung untuk sekolahnya itu. Ia khawatir jika kondisi ini berjalan lama, siswa akan tak betah. Seain itu, proses belajar mengajar menjadi tak maksimal. ’’Untungnya siswa kami mengerti betul dengan kondisi ini. Tapi kalau terus-terusan belajar di tenda seperti ini, tahun depan sekolah ini tak akan bisa mendapat siswa baru,’’ pungkasnya.
Ismail Wahyudi, salah satu siswa kelas 7 mengatakan, ia dan ratusan teman-temannya sering mengeluhkan seringnya proses belajar mengajar yang terhenti akibat cuaca yang tak bersahabat. Menurutnya, kondisi ini membuat siswa ketinggalan pelajaran. ’’Kalau musim pana, di tenda rasanya gerah sekali. Tapi kalau hujan, kami basah semua, termasuk buku-buku kami,’’ kata Ismail.
Namun menurutnya, ia dan teman-temannya mengaku akan tetap bertahan dengan kondisi ini. Kendati demikian, ia tetap berharap agar pemkab setempat bisa segera membangun ruang kelas bagi mereka. ’’Jangan sampai ini berkelanjutan sampai tahun ajaran depan,’’ harapnya.
Sementara itu Kepala Depag Kab Jombang, Warsito Hadi mengatakan, memang dalam tahun anggaran lalu hingga tahun ini, tak ada dana untuk rehab sarana dan prasarana. Menurutnya, anggaran ini akan ia ajukan untuk tahun 2008 depan. ’’Tahun 2008, kita akan prioritaskan anggaran untuk pembangunan gedung di MTsN Mojoagung. Tahun sebelumnya memang belum ada, jadi kami tak bisa memenuhi permintaan sekolah itu,’’ kilahnya. (tritus julan)
0 komentar:
Posting Komentar