Foto : SINDO/TRITUS JULAN
RELA TAK MANDI : Karena sulitnya air bersih, warga lebih memilih tak mandi untuk kebutuhan air minum
RELA TAK MANDI : Karena sulitnya air bersih, warga lebih memilih tak mandi untuk kebutuhan air minum
Melihat Ketidakmampuan Warga Membeli Air Bersih
Tak Mampu Beli Air, Bantuan Tak Kunjung Tiba
Selama empat bulan ini, warga Desa Manduro Kec Kabuh Kab Jombang mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih. Meski begitu, bantuan berua air bersih yang diidamkan, belum juga ditangan.
Siang itu, Kastinem mulai menapakkan kakinya menuju satu-satunya sumur umum yang masih mengeluarkan air. Meski jarak yang ditempuh mencapai 3 km dengan jalanan yang terjal, Kastinem dengan sabar memanggul dua juriken lusuhnya. Dengan tanpa menggunakan alas kaki, Kastinem tetap saja rela menginjak kerikil tajam menunggu sumur yang berada ditengah-tengah hutan.
Perasaan Kastinem lega, setelah beberapa waktu melangkahkan kakinya, ia pun sampai disumur yang biasa memberi kehidupan bagi keluarganya itu. Perasaan lega ini tak berlangsung lama, setelah melongok isi sumur, ternyata hanya beberapa liter saja yang tersisa.
Ia pun mulai melempar timba ke dalam sumur. Sembari menunggu air masuk kedalam timba, sesekali Kastinem mengusap keringat dipipinya. Saat timba ia angkat, ia harus rela menelan kekecewaan, air yang ada di dalam sumur telah habis.
Kastinem harus rela menunggu hingga satu jam untuk mendapatkan dua timba air bersih yang sediany ia gunakan untuk kebutuhan minum dan memasak. Kesabaran Kastinem ini rupanya muncul karena ia tak mampu membeli air bersih yang dijual di mobil tangki.
''Mending saya tunggu saja sampai air sumurnya keluar. Biarlah lama, karena jika tak menunggu, saya masak nasi pakai air apa,'' ujar Kastinem memelas.
Kastinem adalah satu diantara ratusan warga Desa Manduro yang memang kesulitan mendapatkan air bersih. Dan hanya bergantung pada satu-satunya sumur umum yang debit airnya juga minim.
Dari pantauan SINDO, satu-satunya sumur umum ini memang nyaris kering. Untuk mendapatkan satu timba ukuran 20 liter saja, harus menunggu sekitar setengah jam.
Untuk kebutuhan air bersih keluarganya, Kastinem memilih kebutuhan air yang paling penting. Yakni memasak dan minum. Untuk kebutuhan air mandi, Kastinem mengabaikannya.
Dalam tiga hari, Kastinem mengaku hanya mandi sekali. Itu pun dengan jumlah air yang sangat minim. ''Kalau mandi, terpaksa campur dengan pria. Kalau malu, kami tak akan bisa mandi sendirian,'' tuturrnya.
Sementara kata dia, keluarganya tak mampu untuk membeli air bersih yang biasanya ditawarkan keliling kampung melalui mobil tangki. ''Satu tong harganya seribu rupiah. Sementara minimal keluarga saya butuh dua tong. Dua ribu rupiah sehari, kami tak mampu membayar. Apalagi suami saya kerjaannya tak tentu,'' katanya.
Tak beda dengan Kastinem, Kisman, salah satu pemuda desa setempat juga mengaku jarang mandi dalam empat bulan ini. Alasannya sama, yakni lebih memilih kebutuhan air minum dan memasak. ''Sehari kami hanya bisa membawa satu atau dua timba air. Kalau untuk mandi, sayang,'' tutur pemuda lulusan SD ini.
Pemuda ini juga mengaku tak risih dengan aturan mandi yang ada di desanya. Pasalnya, jika ia tak mau bercampur dengan kaum wanita saat mandi, bisa-bisa selama seminggu badannya tak diguyur air.
Sejauh ini, Kisman mengaku tak ada bantuan air bersih dari Pemkab Jombang. Namun begitu, ia masih berharap jika Pemkab Jombang ikut peduli dengan kekerangan air yang diderita warganya. ''Minimal sehari satu tangki air bersih, kami sudah merasa sangat terbantu,'' harapnya.
Bupati Jombang, Suyanto sendiri mengungkapkan jika sebelumnya Pemkab Jombang telah memberikan bantuan sebuah mesin pompa air. Namun kabarnya, mesin pompa itu telah raib. (tritus julan)
0 komentar:
Posting Komentar