Selasa, 10 Juni 2008

Andaikan Rekreasi ke Kebun Binatang Surabaya…



Tuesday, 10 June 2008

Tragedi tewasnya tiga warga Desa Karang Diyeng dalam kecelakaan maut bus Kharisma telah membuat desa itu hujan tangis dan kepedihan.

SIANG yang cerah di atas langit Desa Karang Diyeng, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto seperti menjadi redup. Desa yang sebelumnya penuh nuansa guyub dan kedamaian itu tiba-tiba berubah menjadi mencekam. Ratusan warga yang anggota keluarganya ikut dalam rekreasi TK Dharma Wanita dengan tujuan kawasan wisata Jatim Park di Kota Batu terhenyak mendengar kabar kecelakaan tur itu.

Begitu kabar itu menyebar, belasan warga mendatangi sekolah dan menunggu kepastian kabar siapa saja yang menjadi korban kecelakaan maut siang kemarin. Wajah-wajah mereka gelisah. Tidak ada senyum, semua kening berkerut penuh tanya. Santernya berita itu menjadikan kepanikan melanda.

Dari semula belasan, kemudian menjadi puluhan, dan berlanjut hingga ribuan warga dihantui kecemasan mendalam. Tanpa dikomando, mereka berkumpul di perempatan jalan desa di dekat balai desa. Tangis seorang nenek, Kayatin, 60, tiba-tiba pecah. Sekitar pukul 15.30 WIB nenek yang berjualan nasi di jalanan desa ini mendengar kabar jika salah satu cucunya, Husni Mubarroq telah meninggal dunia dalam kecelakaan itu. Berkali- kali dia menanyakan nasib cucunya yang duduk di kelas nol besar ini.

”Bagaimana kabar cucuku, dia baik-baik saja kan…?” tanya Kayatin dengan terus melinangkan air matanya. Kabar meninggalnya Husni ini dia dapat dari putranya, Darul. Darul sendiri mendapat kabar itu dari ayah, Husni Khoiruddin. Meski demikian, dia tak begitu saja percaya. Berkali-kali nenek renta ini bertanya pada siapa saja yang ada di warungnya, termasuk para wartawan yang sedari siang menunggu kedatangan korban.

”Mas cucu saya gak mati kan,” tanyanya lagi pada wartawan yang makan di warungnya. Wartawan pun kebingungan menjawab. Kayatin mulai panik. Yang mengejutkan, tiba-tiba dia meraung-raung, menangis sekeras-kerasnya. Dia berteriak-teriak memanggil cucunya dan meminta anaknya untuk segera mengantarkannya ke Malang. ”Mas kalau ke rumah sakit saya ikut,” kata Kayatin lagi-lagi ke wartawan, sembari terus menangis .

Sementara diam-diam Khoiruddin langsung tancap gas menuju tempat anaknya dirawat. Bersama adiknya, Khoiruddin akan menjemput anak keduanya untuk dibawa pulang. Belum hilang duka Kayatin menyembul, tangis kembali pecah di desa tenang itu. Kali ini dari seorang kakek, Slamet Riyadi, 61. Entah kenapa, tiba-tiba kakek ini menangis sejadi-jadinya dan langsung jatuh terkulai pingsan.

Kepanikan warga semakin lengkap. Beberapa dari mereka mencoba memberi pertolongan kepada kakek yang cucunya juga ikut dalam rekreasi tersebut. Beruntung, tak jauh dari balai desa setempat, tempat warga berkumpul ada salah satu bidan desa yang bisa memberi pertolongan.Beberapa saat, Slamet sudah bergabung dengan warga lain yang menanti rombongan.

Suasana di perempatan jalan di dekat balai desa itu makin sore makin ramai saja. Hampir seluruh warga desa terkonsentrasi di tempat ini. Tujuannya sama, ingin memastikan keselamatan kerabatnya. Suasana tegang menyelimuti warga saat datang mobil ambulans sekitar pukul 17.00 WIB. Mereka mulai bertanya- tanya siapa yang berada dalam mobil yang sirinenya meraung itu.

Kedatangan satu ambulans ini kontan menjadi sasaran perhatian warga. Bahkan, ratusan warga yang diterjang penasaran bercampur kepanikan berlari mengikuti laju kendaraan pengangkut jenazah itu hingga berhenti di salah satu rumah yang ternyata milik Khoiruddin. Tak ayal mendapat kiriman jenazah ini, sejumlah kerabat Khoiruddin seketika menangis histeris.

Terlebih, saat petugas mengangkat jenazah Husni, putra Khoiruddin, ke dalam rumah duka.Sementara, ratusan warga berebut ingin menyaksikan kondisi bocah yang dikenal periang dan cerdas itu. Tangis warga kembali pecah saat jenazah korban disemayamkan di sebuah dipan di ruang tamu.Warga kembali berebut ingin melihat kondisi korban yang telah dibalut kain putih. Melihat itu, Khoiruddin pun lemas.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai teknisi di sebuah bengkel motor itu jatuh pingsan setelah sebelumnya menangis tak henti-henti. Kakek korban, H Mawardi, 67, tiba-tiba penasaran ingin melihat wajah cucunya. Tangis keras langsung meledak saat dia mengetahui raut muka cucunya yang sulit dikenali karena hangus.

Tangis Mawardi membuat puluhan warga tak kuasa menahan haru. Mereka ikut menitikkan air mata. Di sela-sela tangisan massal itu, tiba-tiba Khoiruddin terbangun dari pingsannya. Dia berteriak dan melarang siapapun yang ingin melihat wajah putranya. ”Jangan dibuka.. jangan dibuka… anak saya sudah mati,” katanya sambil menyingkirkan warga yang ingin menyaksikan wajah Husni.

Bahkan teriakan Khoiruddin membuat suasana rumah duka semakin mencekam. Warga pun menuruti perintah itu. Apalagi di tengah hiruk-pikuk warga itu, Khoiruddin kembali berteriak histeris. ”Anakku meninggal, istriku masih di rumah sakit, habis ini aku dengan siapa?” teriaknya sembari terus menangis. Tepat pukul 18.05 WIB ribuan warga itu kembali tegang setelah di jalanan terlihat lampu hijau yang menandakan adanya patroli pengawal.

Rasa waswas kembali menggelayut warga. Pelanpelan patroli yang mengawal dua bus dan satu kendaraan umum itu bersandar di depan balai desa. Jeritan warga kembali memecah keheningan pedesaan yang berjarak sekitar 20 km dari tengah kota itu. Kedatangan bus Pemkot Batu yang mengangkut para korban selamat ini langsung disambut desak-desakan warga.

Mereka berebut ingin melihat satu persatu penumpang yang turun dari bus. Suasana haru kembali menyeruak. Mereka yang melihat kerabatnya turun dalam kondisi selamat berpelukan dan bertangisan. Suasana kembali mencekam ketika tiba-tiba aliran listrik di desa itu padam.

Kontan warga kesulitan untuk menemukan kerabat mereka. Warga hanya berbekal lampu kamera wartawan untuk mengidentifikasi keluarganya. Belum berhenti haru biru itu, Kepala TK Dharma Wanita Miani, 53, jatuh pingsan. Kepala sekolah yang juga menjadi ketua rombongan itu seakan tak kuat melihat kondisi para siswanya. Apalagi beberapa warga sempat nyeletuk agar kepala sekolah ini berhenti dari jabatannya. ”Sudah tahun depan tidak ada rekreasi- rekereasi lagi. Rekreasi hanya menguntungkan kepala sekolah saja,” celetuk salah satu warga.

Sementara beberapa orangtua siswa mengaku bahwa rekreasi ini terkesan dipaksakan oleh pihak sekolah. Pasalnya, sejak awal orangtua siswa tak setuju dengan tujuan ke Jatim Park itu. ”Semua orangtua siswa sebenarnya ingin ke Kebun Binatang Surabaya. Tapi, pihaksekolah ngotot memindah tujuan. Akibatnya jadi begini,” ungkap Rukiyah, salah satu orangtua siswa yang tak ikut rombongan.

Menurut dia,tak hanya soal tujuan yang dipaksakan, tetapi murid juga dipaksa mengikuti rekreasi ini. Jika tidak, wali siswa tetap diharuskan untuk membayar Rp35.000. ”Uang itu dipotong dari tabungan siswa,” tegasnya. (tritus julan).

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/jawa-timur/andaikan-rekreasi-ke-kebun-binatang-sura-3.html

Foto-Foto lainnya

0 komentar: