Senin, 25 Januari 2010

Umur Tujuh Bulan, Ukuran Kepala Tiga Kali Orang Dewasa


Begitu berat perjalanan hidup yang dijalani Levi Artamefia Ardianto. Penyakit hydrocephalus yang bersarang kepalanya, telah merenggut keceriaannya sejak lahir.

RUMAH sederhana berdinding bambu itu berdiri di ujung gang sempit. Tampak sekali jika pemiliknya adalah orang tak mampu dan dalam kondisi ekomomi yang susah. Namun, ada hal yang jauh menyedihkan di dalam rumah yang berada di Dusun/Desa Brangkal, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto itu.

Levi Artamefia Ardianto adalah kesedihan yang tak kunjung berakhir di rumah ini. Balita berumur tujuh bulan itu, sedang menderita penyakit hydrocephalus (kepala) membesar. Balita yang seharusnya tampak lucu, berbalik 180 derajat. Dia hanya bisa berbaring tanpa bisa menggerakkan kepalanya.

Tubuhnya tampak sehat dengan kulit yang putih. Namun, ia harus menahan rasa tak nyaman yang maha dahsyat karena ukuran kepalanya yang jauh dari kata normal. Ukuran kepalanya, tiga kali lebih besar kepala orang dewasa. Bisa dibilang, berat kepalanya melebihi berat badannya.

Balita seusianya, seharusnya bisa membalikkan tubuh ke sana kemari. Lagi-lagi, kelincahan itu harus terenggut oleh ukuran kepalanya yang terus membesar. Bahkan saking besarnya, Suhendro, 29, dan Diana, 22, orang tuanya, tak bisa mengangkat sendirian bayinya. Untuk menggendong, harus ada dua orang yang mengangkat badan dan kepalanya secara terpisah.

Tak mudah menebak jenis kelamin Levi. Wajahnya sama sekali tak menampakkan jenis kelamin itu. Struktur wajahnya terlah rusak oleh kondisi kepalanya yang membesar ke atas dan ke samping. Matanyapun terlihat sipit karena kondisi kepala raksasa yang berisi air itu.

Lebih menyedihkan, kondisi seperti ini dialami Levi sejak ia dilahirkan. Tepat tanggal 25 Juli 2008 saat ia lahir, kondisi kepalanya dalam ukuran yang tak normal. Kondisi itupun memaksa ibu kandungnya harus melahirkannya melalui operasi (caesar). ”Sejak lahir, kondisi kepalanya sudah besar. Dia tak bisa keluar saaat proses persalinan. Hingga akhirnya dokter memutuskan untuk operasi,” tutur Diana, ibu kandung Levi.

Meski dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, orang tua Levi tetap berupaya mencari kesembuhan untuk anaknya. Saat berumur tiga bulan, Levi telah menjalani pemeriksaan di rumah sakit dr Soetomo, Surabaya. Sayang, Levi tak mendapatkan penanganan serius waktu itu. ”Hanya diperiksa dengan CT Scan. Itupun hasilnya baru diketahui dua bulan kemudian,” kata Diana.

Umur lima bulan, perkembangan kepala Levi semakin cepat. Hingga saat ini, terhitung telah tujuh kali Levi bolak-balik ke rumah sakit dr Soetomo. Lagi-lagi, Levi tak pernah mendapatkan penanganan. Padahal, perjuangan berat dilakukan orang tua Levi untuk mencari kesembuhan itu. Tak bisa dibayangkan, betapa susahnya orang tua Levi saat mengantarkannya ke rumah sakit dengan angkutan kereta api kelas ekonomi.

Perjuangan mencari kesembuhan itu harus dipatahkan oleh dokter. Sejak pertama kali memeriksakan diri ke rumah sakit, Levi divonis tak bisa sembuh. Namun, kedua orang tuanya tetap nekad mencari kesembuhan itu dengan menggunakan kartu miskin yang dikantongi. ”Kata dokter, kalau dioperasi, justru akan mempercepat kematian,” tukasnya.

Vonis dokter seperti itu, tentu saja membuat orang tua Levi hampir putus asa. Namun, mereka masih memiliki keyakinan jika Levi bisa sembuh dengan penanganan yang serius. ”Selama ini, Levi tak pernah diapa-apakan dengan dokter. Andai saja sejak kecil dulu ditangani, pasti tak seperti ini jadinya,” ujar Diana menyesalkan.

Kebingungan itu bertambah saat Diana melihat ekonomi keluarganya yang serba pas-pasan. Suaminya yang hanya sebagai pekerja serabutan, selama ini harus ekstra keras berjuan untuk sekedar membayar biaya transport ke rumah sakit. ”Semoga derita ini cepat berakhir dan ada kepedulian dari yang lain,” katanya dan mengaku sejauh ini belum mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah setempat. (tritus julan)

3 komentar:

MUAMMAR ABU TAVTAZAN mengatakan...

Sebenarnya pengalaman ini gak jauh dari yang pernah dialami sahabatmu ini. Anakku ketika usia 6 bulan juga masuk ruang operasi dengan diagnosa hydrocephalus, Alhamdulillah dengan kekasaan Allah meski udah 3 jam di dalam kamar operasi akhirnya nggak jadi operasi dikarenakan adanya mukjizat dari Allah ankku gak bisa di anastesi, akhirnya aku bawa ke RSU KAryadi semarang dan anehnya diagnosa awal yaitu Hydrocepalus ternyata salah ternyata anakku Athropy. Alhamdulillah sekarang sudah banyak perkembangan dan udah mulai berjalan meski dengan pegangan. Insya Allah kalao dah jalan mau aku ajak main ke Mojokerto.
Muammar

ary mengatakan...

anak yang malang, ditempat q juga ada gan,,
tapi alhamdulillah dia masih bisa bertahan sampai saat ini dan bisa bersekolah.
salam kenal

roin mengatakan...

kunjung......